Fania tersenyum malu-malu karena ledekan teman-temannya
saat Faris melewati kelas nya. Berbeda dengan Fania yang sedang tersenyum
malu-malu, Faris justru hanya menanggapi dengan wajah datar nya. Seakan-akan
disekelilingnya itu benar-benar kosong, tak ada orang.
Fania
memasuki kelas nya, duduk di kursi nya. Ia mengutuki dirinya di dalam hati
sedari tadi akibat kegagalannya dalam melupakan Faris. Film-film masa lalu itu
pun kembali berputar di pikiran nya. Fania kesal. Kenapa saat ia merindukan
Faris, lelaki itu tak pernah muncul? Tapi di saat ia ingin melupakan, lelaki
itu malah menampakkan dirinya. Seolah-olah hal itu sedang mempermainkan
dirinya, dan perasaan nya tentunya.
-oO0Oo-
Faris
tampak serius menjawab soal-soal IPA nya. Hingga akhirnya dia menolehkan
kepalanya. Dannis kini telah duduk di kursi sebelah kiri nya yang kosong.
“Rajin
amat lu.” Ledek Dannis.
“Iye
dong, gue.” Ucap Faris sambil sok membanggakan dirinya.
“Halah.”
Faris
hanyaterkekeh.
“Ris.”
“Hem?”
Jawab Faris yang masih terus menulis jawaban soal-soal nya.
“Menurut
lu, Fania bener-bener suka gak sama lu?” Tanya Dannis.
Faris
mengedikkan bahu nya, “Mana gua tau.”
“Kalo
kata gua sih beneran. Soalnya beda dari cara pandang dia. Dia pas mandang lu
tuh … Pokok nya beda dah ama yang bener-bener suka dan sayang dengan ama yang Cuma
genit dan bercanda doang.” Ucap Dannis panjang lebar.
“Oh.”
Hanya itu respon Faris.
“Sialan
lu. Gua ngomong dikacangin. Gua doain lu biar dapet karma gara-gara nyuekin
Fania.” Setelah mengatakan kalimat itu, Dannis pergi meninggalkan Faris. Faris tak
peduli, ia masih tetap fokus dengan soal-soal IPA nya.
-Oo0Oo-
2 minggu kemudian…
Fania berdiri di depan kelas nya. Berharap Faris
akan melewati kelas nya. Namun dua minggu ini dia tak melihat Faris. Pikirannya
tertuju pada satu titik, apakah Faris sedang ingin menjauhinya? Padahal saat
ini Fania sangat merindukan nya. Padahal ia sudah punya pacar. Tapi tetap saja
ia menyayangi Faris.
Tiba-tiba
Danis datang menghampiri nya. Tentu saja, Fania heran.
“Nunggu
Faris ya?” Tanya Dannis.
Fania
membesarkan matanya, “Nggak, sok tau banget.”
“Oh
iya, lu dah jadian ya?”
Fania
gak menjawab.
“Tapi
gua tau lu masih sayang Faris.”
Fania
masih diam.
“Faris
gak masuk.” Ucap Dannis tiba-tiba.
“Udah
tau.” Respon Fania dengan nada ketus. Padahal didalam hatinya ia sudah tak
tahan ingin bertanya kenapa Faris tak masuk.
“Dia
sakit. Abis dioperasi. Ginjalnya diambil satu.”
Fania
menoleh pada Dannis, “Diambil satu?”
“Iya.
Gua gak inget sakit apa. Yang gua inget cuma itu doang, ginjal Faris diangkat
satu. Gua duluan.” Ucap Dannis lalu pergi meninggalkan Fania yang masih
mematung sambil mencerna percakapan nya tadi.
-oO0Oo-
3 hari kemudian…
Faris
melewati Fania yang sedang bercanda di depan kelas nya. Kini Fania melihat
Faris yang berbeda. Mata Faris tampak sangat lelah dari tatapan nya, bibir nya
pucat, jalan nya yang juga lebih lambat. Membuat Fania tak henti-henti nya
melirik Faris.
Ingin
rasanya Fania menghampiri Faris. Tapi ia juga bingung, setelah menghampirinya,
apa yang nanti akan dia lakukan.
-oO0Oo-
“Tapi,
jangan terlalu ngebut, ya. Kan kita gak bawa helm.” Ucap Fania dengan nada
lembut nya.
“Iya,
sayang.” Jawab Andre.
“Ih,
gak usah pake sayang-sayangan.”
“Ama
pacar sendiri ini.”
Fania
segera naik ke atas motor Andre. Lalu memegang seragam di bagian kanan dan kiri
pinggang Andre. Andre pun menyalakan motor nya.
Hari
semakin lama semakin gelap. Membuat Andre harus mengendarai motor nya lebih
cepat. namun, takdir tetaplah takdir. Saat Andre sedang melawan arus agar lebih
cepat, muncul mobil dengan arah sebenar nya dengan kecepatan tinggi.
Akibatnya
motor Andre terpental. Begitu juga Andre dan Fania. Keadaan mereka berdua
sangat mengenaskan. Terutama Fania. Dari kepalanya, keluar darah segar yang
mengalir tak ada henti-henti nya.
-oO0Oo-
Faris
sangat senang. Ia baru saja menerima telepon dari rumah sakit yang habis
merawat nya. Rumah sakit itu mendatangkan kabar gembira. Dan ia tak sabar untuk
mendapatkan ginjal barunya.
Pukul
13.45 operasi dimulai.
Tiga
setengah jama kemudian, operasi selesai. Operasi berjalan lancar.
Setelah
beberapa hari kemudian, Faris akhirnya benar-benar pulih setelah dirawat
sehabis operas. Kini ia tak sabar ingin bertemu sang pendonor serta keluarga
sangan pendonor. Ia datang ke ruang dokter. Untuk menanyakan identitas sang
pendonor.
Namun
dokter itu tak memberikan identitas apa-apa. Ia hanya memberikan lipatan kertas
pada Faris.
Faris
pun membuka, awalnya Faris mengira itu adalah identitas lengkap sang pendonor.
Untuk: Faris
Sebelumnya Fania telah
mengatakannya padaku. Dia menceritakan semua tentangmu, Faris. Dia sangat
menyayangimu. Karena dia selalu menceritakanmu, aku jadi tak sabar ingin
bertemu padamu. Namun sayang, Fania telah pergi sebelum dia memberi tahu siapa
kau dan manunjukkanmu pada ku. Aku, Nabilla, selaku kakak perempuan Fania hanya
ingin mengucapkan, maafkan Fania. Maafkan Fania yang selalu mengusik ketenangan
dalam kehidupanmu. Dan…dan…jujur, aku sedih karena kau lebih sering bersikap
tak peduli pada adikku. Namun aku tak marah. Karena itu pilihanmu. Adikku mencintaimu,
itu pilihannya. Mungkin iu saja, aku mohon sekali lagi padamu, maafkan Fania.
Dari: Nabilla
Faris
membaca surat itu berulang kali. Namun isinya tetap sama. Ia tak menyangka
kalau sang pendonor itu adalah Fania. Faris berjalan dengan langkah gontai,
menyusul keluarga nya yang sudah menunggu di mobil di parkiran.
-oO0Oo-
Faris
mendatangi sebuah rumah bergaya keraton Yogyakarta. Ia menekan bel rumah nya. Keluarlah
seorang ibu memakai daster.
“Assalammualaiku,
nama saya Faris. Saya ingin bertemu Nabilla.” Ucap Faris.
Baru
saja ibu itu ingin menyuruh Faris masuk, keluarlah seorang wanita. Wanita itu
memakai cardigan abu-abu serta celana hitam panjang nya. Terlihat sekali kalau
wanita itu adalah wanita karir.
“Kau
sudah memaafkan Fania?” Ucap wanita itu. “Saya Nabilla.”
-oO0Oo-
Di
hadapan makam Fania, Faris tak menangis. Pandangannya kosong, menatap lurus ke
makam. Di dalam hati nya ia sangat menyesal. Sesak. Namun semua terlambat.
“Sudahlah,
Faris. Semua itu takdir. Fania disana sudah bahagia. Biarkan dia tenang. Ayo pulang.”
Ajak Nabilla. Faris pun mengikuti nasihat kakak nya Fania.
Di
dalam hati, Faris menyadari, beginilah rasanya menyesali sesuatu yang awalnya
sesuatu itu dia sia-siakan. Dalam diam, Faris berdoa, agar Fania mendapatkan
tempat terbaik disana.
MAAF, INI DIBUAT SEDIKIT LEBAY.