Friday, September 2, 2016

Yang Disia-siakan - Cerpen by Faizanaza


Yang Disia-siakan
Cerpen by faizanaza

            Milano harus kembali menuju ruang OSIS. Hendak mengambil beberapa brosur yang tertinggal. Milano membuka pintu ruang OSIS tersebut. Pintu berdenyit. Suara khas dari pintu ruang OSIS, beda dari yang lain.
            Milano berjalan menuju meja yang biasa ia pakai saat rapat OSIS, meja sang ketua OSIS.
            “Aku takut.” Suara perempuan tiba-tiba. Milano yang sedang memeriksa brosur-brosur nya, dengan spontan menghentikan aktivitas nya.
            “Tenang saja, sayang.” Kali ini bukan suara perempuan. Melainkan suara berat, khas remaja laki-laki.
            Milano semakin penasaran. Di ruang OSIS tidak ada ruang tertutup, kecuali ruangan kecil yang biasa digunakan oleh para anggota OSIS untuk mengganti busana saat sedang ada acara. Milano berjalan menuju ruangan kecil itu.
            Dengan sedikit ragu-ragu Milano menyeka tirai biru yang menyelimuti ruangan kecil itu. Sedikit ragu-ragu.
            Sreeet
            Dua murid—satu murid perempuan dan satu murid laki-laki—menoleh secara bersamaan saat tirai itu terbuka dengan sempurna. Yang perempuan nampak terkejut. Sementara yang laki-laki terlihat santai, seakan mata nya berbicara, Hey kenapa? Cemburu?
            “Milano, aku bisa jelaskan.” Ucap sang murid perempuan itu.
            Milano berjalan menuju meja ketua OSIS kembali, mengambil semua brosur nya. Belum sempat Milano keluar dari ruang OSIS, tangan nmurid perempuan itu menahan nya.
            “Milano, tunggu, dengarkan aku. Kumohon.” Pinta murid perempuan itu.
            “Tak perlu Emily.” Lirih Milano. Milano berbalik, menunjuk kepada murid laki-laki tadi. “Benar kata mereka. Kau menduaiku. Kau berpacaran dengan David.”
            “Tidak… itu hanya issue.” Elak Emily.
            “Sudahlah Em. Aku tidak tau apa masalahmu, Em.” Laki-laki itu—David—kini berjalan mendekat Emily, merangkul pundak nya. “Aku tidak tau apa masalahmu, Em. Kau tinggal bilang saja pada laki-laki cupu di depanmu ini kalau kita sekarang sudah berpacaran.”
            “Em?” Kini suara Milano yang bertanya. Suara nya sedikit bergetar.
            “Baik Milano. Aku minta maaf. Aku memang sudah berpacaran dengan… David. Maaf jika aku tidak memberi tahu kau dari awal. Kenapa? Karena kau terlalu baik. Aku tak sanggup.” Ucap Emily. Kali ini air mata Emily telah membasahi sebagian besar wajah nya yang putih dan mulus.
            “Aku tak mengerti Em. Kau menyukai David dari awalkan? Kenapa kau berpura-pura menyayangiku sementara kau sangat mencintai dan menyayangi nya?” Suasana berubah. Menjadi sangat tegang. Emily menggelengkan kepala nya lambat-lambat.
            “Kita berakhir, Em.” Kini Milano pergi meninggalkan Emily dan David yang masih berdiri setelah dirinya mengucapkan kalimat itu. Kalimat itu terasa menusuk di dada Emily.
            Ada sedikit perasaan menyesal di lubuk hati Emily yang paling dalam. Entahlah. Emily seperti tidak rela jika Milano benar-benar pergi dari kehidupan nya. Tanpa Milano tahu, Milano sangat berarti bagi Emily. Emily mulai membenci dirinya sendiri karena dirinya telah menyia-nyiakan Milano—orang yang tulus mencintai nya dan selalu ada kapan pun dirinya membutuhkan nya.

No comments:

Post a Comment