Yang Disia-siakan
Cerpen by faizanaza
Milano harus kembali menuju ruang
OSIS. Hendak mengambil beberapa brosur yang tertinggal. Milano membuka pintu
ruang OSIS tersebut. Pintu berdenyit. Suara khas dari pintu ruang OSIS, beda
dari yang lain.
Milano berjalan menuju meja yang
biasa ia pakai saat rapat OSIS, meja sang ketua OSIS.
“Aku takut.” Suara perempuan
tiba-tiba. Milano yang sedang memeriksa brosur-brosur nya, dengan spontan
menghentikan aktivitas nya.
“Tenang saja, sayang.” Kali ini
bukan suara perempuan. Melainkan suara berat, khas remaja laki-laki.
Milano semakin penasaran. Di ruang
OSIS tidak ada ruang tertutup, kecuali ruangan kecil yang biasa digunakan oleh
para anggota OSIS untuk mengganti busana saat sedang ada acara. Milano berjalan
menuju ruangan kecil itu.
Dengan sedikit ragu-ragu Milano
menyeka tirai biru yang menyelimuti ruangan kecil itu. Sedikit ragu-ragu.
Sreeet
Dua murid—satu
murid perempuan dan satu murid laki-laki—menoleh secara bersamaan saat tirai
itu terbuka dengan sempurna. Yang perempuan nampak terkejut. Sementara yang
laki-laki terlihat santai, seakan mata nya berbicara, Hey kenapa? Cemburu?
“Milano, aku bisa jelaskan.” Ucap
sang murid perempuan itu.
Milano berjalan menuju meja ketua
OSIS kembali, mengambil semua brosur nya. Belum sempat Milano keluar dari ruang
OSIS, tangan nmurid perempuan itu menahan nya.
“Milano, tunggu, dengarkan aku. Kumohon.”
Pinta murid perempuan itu.
“Tak perlu Emily.” Lirih Milano. Milano
berbalik, menunjuk kepada murid laki-laki tadi. “Benar kata mereka. Kau menduaiku.
Kau berpacaran dengan David.”
“Tidak… itu hanya issue.” Elak Emily.
“Sudahlah Em. Aku tidak tau apa
masalahmu, Em.” Laki-laki itu—David—kini berjalan mendekat Emily, merangkul
pundak nya. “Aku tidak tau apa masalahmu, Em. Kau tinggal bilang saja pada
laki-laki cupu di depanmu ini kalau kita sekarang sudah berpacaran.”
“Em?” Kini suara Milano yang
bertanya. Suara nya sedikit bergetar.
“Baik Milano. Aku minta maaf. Aku memang
sudah berpacaran dengan… David. Maaf jika aku tidak memberi tahu kau dari awal.
Kenapa? Karena kau terlalu baik. Aku tak sanggup.” Ucap Emily. Kali ini air
mata Emily telah membasahi sebagian besar wajah nya yang putih dan mulus.
“Aku tak mengerti Em. Kau menyukai
David dari awalkan? Kenapa kau berpura-pura menyayangiku sementara kau sangat
mencintai dan menyayangi nya?” Suasana berubah. Menjadi sangat tegang. Emily menggelengkan
kepala nya lambat-lambat.
“Kita berakhir, Em.” Kini Milano
pergi meninggalkan Emily dan David yang masih berdiri setelah dirinya
mengucapkan kalimat itu. Kalimat itu terasa menusuk di dada Emily.
Ada sedikit perasaan menyesal di
lubuk hati Emily yang paling dalam. Entahlah. Emily seperti tidak rela jika
Milano benar-benar pergi dari kehidupan nya. Tanpa Milano tahu, Milano sangat
berarti bagi Emily. Emily mulai membenci dirinya sendiri karena dirinya telah
menyia-nyiakan Milano—orang yang tulus mencintai nya dan selalu ada kapan pun
dirinya membutuhkan nya.
No comments:
Post a Comment